POST ABOUT PAI (PENDIDIKAN AGAMA ISLAM)
A. DAKWAH RASULULLAH
1.DAKWAH RASULULLAH SECARA SEMBUNYI-SEMBUNYI (selama 3 tahun)
Pada saat masyarakat Arab melaksanakan peribadatan terhadap Ka’bah dan penyembahan berhala, juga patung-patung yang disucikan oleh seluruh bangsa Arab, cita-cita Rasulullah adalah memperbaiki keadaan mereka tentu bertambah sulit. Maka tindakan yang paling bijaksana adalah memulai dakwah secara bersembunyi-sembunyi agar penduduk Mekkah tidak kaget karena harus menghadapi sesuatu yang menggusarkan mereka dengan tiba-tiba.
Rasulullah SAW mengajarkan Islam pada awal mulanya kepada orang yang paling dekat dengan beliau, anggota keluarga dan sahabat karib beliau.Mereka adalah orang yang sudah beliau kenal baik, mereka yang diketahui mencintai kebaikan dan kebenaran, dan mereka juga mngenal kejujuran dan kelurusan beliau. Mereka yang diseruni ini, langsung memenuhi seruan beliau, karena mereka sama sekali tidak menyangsikan keagungan diri beliau dan kejujuran kabar yang beliau sampaikan. Mereka dikenal dengan As-sabiqunal Awwalun (orang-orang yang terdahulu dan yang pertama- tama masuk Islam) yaitu istri beliau Khadijah, pembantu beliau Zaid bin Haritsah, anak paman beliau Ali bin Abi Thalib, dan sahabat karib beliau Abu Bakar Ash-Shiddiq. Mereka adalah orang-orang yang masuk Islam pada hari pertama dimulainya dakwah. Abu Bakar mengajak ornag-orang dari kaumnya yang dapat dipercayainya seperti Utsman bin Affan Al-Umawi, Az-Zubair bin Al-Awwan Al-Asady, Abdurrahma bi Auf, Sa’ad bi Abi Waqqash, dan Thalhah bin Ubaidilah.
Mereka masuk Islam secara sembunyi-sembunyi. Rasulullah menemui mereka dan mengajarkan agama Uslam dengan sembunyi-sembunyi dan perorangan. Wahyu diturunkan sedikit demi sedikit. Ayat-ayat dan potongan surat yang turun saat itu, berupa ayat-ayat pendek, dengan penggalan-penggalan kata yang indah menawan.
Setelah melihat kejadian sana-sini, ternyata dakwah Islam sudah didengar orang-orang Quraisy. Sekalipun masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan perorangan, namun mereka tidak peduli. Tapi, seiring waktu ada pula perasaan khawatir yang mulai menghantui mereka Karen apengaruh tindakan beliau, dan mereka mulai menaruh perhatian terhadap dakwah beliau.
Selama 3 tahun dakwah masih dilakukan sembunyi-sembunyi dan perorangan dan telah terbentuk sekelompok orang-ornga mukmin yang saling menguatkan hubungan persaudaraan dan saling membantu. Penyampaian dakwah terus dilakukan, hingga turun wahyu yang mengharuskan Rasulullah menyampaikan dakwah secara terang-terangan kepada kaumnya, menjelaskan kebatilan mereka dan menyerang behala-berhala sesemnahan mereka.
2.DAKWAH RASULULLAH SECARA TERANG-TERANGAN
Rasulullah mengundang Bani Hasyim. Mereka mmenuhi undangan ini, sejumlah 45 orang daru Bani Al-Muthalib bin Abdi Manaf dan terjadi dialog pembuka, yang diawali oleh Abu Lahab yang mewakili Bani Al-Muthalib dengan Rasulullah yang mulai menjelaskan tentang surge dan neraka. Pada akhir dialog, mereka mengingkari segala yang disampaikan oleh Rasulullah, kecuali Abu Thalib yang telah mendukung dan akan melindungi Rasulullah selama hidupnya.
Setelah beliau yakin atas janji Abu Thalib, maka suatu hari beliau derdiri di atas Safa lalu berseru “Wahai semua orang!”. Maka semua suku Quiraisy berkumpul memenuhi seruan belliau, lalu beliau mengajak meraka kepada tauhid dan iman kepada risalah beliau serta iman kepada hari kiamat.
Seruan beliau terus bergema di seantero Mekkah, hingga turun ayat 94 dalam surat Al-Hijr, “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. Dan sejak itu, Rasulullah langsung bangkit menyerang berbagi khurafat dan kebohongan syirik, menyebutkan kedudukan berhala dan hakikatnya yang sama sekali tidak ada nilainya. Ketidakberdayaan berhala-berhala itu beliau gambarkan denga beberapa contoh perumpamaan, disertai penjelasan-penjelasan bahwa sipa yang menyembah berhala dan menjadikannya sebagi wasilah antara dirinya dan Allah SWT berada dalam kesesatan yang nyata.
Pada saat dakwah secara terang-terangan ini beeliau menghadapi rintangan, diantaranya seperti penghinaan, penyebaran anggapan-anggapan yang menyangsikan ajaran-ajaran beliau dan diri beliau, melawan Al-Qur’an dengan dongeng orang-orang dahulu dan menyibukkan manusia dengan dongeng-dongeng itu agar meninggalkan Al-Qur’an, juga menawarkan berbagai hal untuk mempertemukan Islam dan Jahiliyah di tengan jalan.
Hamzah bi Abdul Muthalib masuk Islam, ia adalah seorang pemuda Quraisy yang terpandang dan menyadari harga dirinya. Dia sangat marah kepada Abu Jaahal saat melewati Rasulullah di Bukit Shafa, lalu Abu Jahal mencaci maki dan melecehkan Rasulullah, namun Rasul hanya diam saja. Hamzah menyatakan ia tidak rela Abu Jahal bersikap seperti itu terhadap Rasul dan menyatakan dukungannya terhadap Rasulullah. Selain Hamzah, Umar bi Khattab, yang dikenal sebagai orang yang memilki watak temperamental, masuk Islam, setelah mendengar adik dan iparnmya membaca Al-Qur’an dan dia pun bertemu langsung dengan Rasulullah untuk menyatakan ke-Islamannya.
Walaupun Islam telah memilki Hamzah, namun Abu Thalib masih meminta kepada anggota keluarganya yang lain untuk memberikan perlindungan kepada Rasulullah, Karen Abu Thalib yakin bahwa orang-orang musyrik masih memilki beragam cara untuk merusak perlindungannya terhadap Rasulullah. Hanya saudaranya yang tidak bergabung, yaitu Abu Lahab dia memisahkan diri dari mereka dan bergabung bersama orang-orang Quraisy lainnya.
B.SEJARAH DAKWAH ISLAM pada MASA KHULAFAUR RASYIDIN
1.ISLAM MASA KHALIFAH ABU BAKAR
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW status sebagai Rasulullah tidak dapat diganti
oleh siapapun (khatami al-anbiya’ wa al-mursalin), tetapi kedudukan beliau yang kedua
sebagai pimpinan kaum muslimin mesti segera ada gantinya. Orang itulah yang dinamakan
“Khalifah” artinya yang menggantikan Nabi menjadi kepala kaum muslimin (pimpinan
komunitas Islam) dalam memberikan petunjuk ke jalan yang benar dan melestarikan
hukum-hukum Agama Islam. Dialah yang menegakkan keadilan yang selalu berdiri diatas
kebenaran.
Maka setelah Nabi Muhammad SAW wafat, pemuka-pemuka Islam segera
bermusyawarah untuk mencari pengganti Rasulullah SAW. Setelah terjadi perdebatan
sengit antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin, akhirnya terpilihlah sahabat Abu Bakar
sebagai Khalifah, artinya pengganti Rasul SAW yang kemudian disingkat menjadi Khalifah
atau Amirul Mu’minin.
Keputusan Rasulullah SAW yang tidak menunjuk penggantinya sebelum beliau wafat
dan menyerahkan pada forum musyawarah para sahabat merupakan produk budaya Islam
yang mengajarkan bagaimana cara mengendalikan negara dan pemerintah secara
bijaksana dan demokratis . Terpilihnya Abu Bakar sebagai Khalifah yang
pertama dalam ketatanegaraan Islam merupakan salah satu refleksi dari konsep politik
Islam.
Abu Bakar menerima jabatan Khalifah pada saat sejarah Islam dalam keadaan krisis
dan gawat. Yaitu timbulnya perpecahan, munculnya para nabi palsu dan terjadinya
berbagai pemberontakan yang mengancam eksistensi negeri Islam yang masih baru.
Memang pengangkatan Abu Bakar berdasarkan keputusan bersama (musyawarah di balai
Tsaqifah Bani Sa’idah) akan tetapi yang menjadi sumber utama kekacauan ialah wafatnya
nabi dianggap sebagai terputusnya ikatan dengan Islam, bahkan dijadikan persepsi bahwa
Islam telah berakhir.
Abu Bakar bukan hanya dikatakan sebagai Khalifah, namun juga sebagai penyelamat
Islam dari kehancuran karena beliau telah berhasil mengembalikan ummat Islam yang
telah bercerai berai setelah wafatnya Rasulullah SAW. Disamping itu beliau juga berhasil
memperluas wilayah kekuasaan Islam. Jadi dapat disimpulkan bahwa letak peradaban
pada masa Abu Bakar adalah dalam masalah agama (penyelamat dan penegak agama Islam
dari kehancuran serta perluasan wilayah) melalui sistem pemerintahan (kekhalifahan)
Islam.
Akan tetapi konsep kekhalifahan dikalangan Syi’ah masih ditentang. Menurut Syi’ah
kekhalifahan adalah warisan terhadap Ali dan kerabatnya, bukan pemilihan sebagaimana
terjadi pada Abu Bakar. Terlepas dari perbedaan interpretasi tersebut, dapat disimpulkan
bahwa konsep kekhalifahan adalah produk budaya dibidang politik yang orisinil dari
peradaban Islam. Sebab ketika itu tidak ada lembaga manapun yang memakai konsep
kekhalifahan.
Abu Bakar terpilih untuk memimpim kaum Muslimin setelah
Rasulullah disebabkan beberapa hal:
1. Dekat dengan Rasulullah baik dari ilmunya maupun persahabatannya.
2. Sahabat yang sangat dipercaya oleh Rasulullah.
3. Dipercaya oleh rakyat, sehingga beliau mendapat gelar As–Siddiq, orang yang sangat
dipercaya.
4. Seorang yang dermawan.
5. Abu Bakar adalah sahabat yang diperintah Rasulullah SAW menjadi Imam Shalat
jama’ah.
6. Abu Bakar adalah termasuk orang yang pertama memeluk Islam
Sistem Politik Islam Masa Khalifah Abu Bakar
Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah (pengganti Nabi) sebagaimana dijelaskan
pada peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah, merupakan bukti bahwa Abu Bakar menjadi Khalifah
bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi hasil dari musyawarah mufakat umat Islam. Denga
terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah, maka mulailah beliau menjalankan
kekhalifahannya, baik sebagai pemimpin umat maupun sebagai pemimpin pemerintahan.
Adapun sistem politik Islam pada masa Abu Bakar bersifat “sentral”, jadi kekuasaan
legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat ditangan Khalifah, meskipun demikian dalam
memutuskan suatu masalah, Abu Bakar selalu mengajak para sahabat untuk
bermusyawarah.
Sedang kebijaksanaan politik yang diilakukan Abu Bakar dalam mengemban
kekhalifahannya yaitu:
1. Mengirim pasukan dibawah pimpinan Usamah bin Zaid, untuk memerangi kaum
Romawi sebagai realisasi dari rencana Rasulullah, ketika beliau masih hidup.
Sebenarnya dikalangan sahabat termasuk Umar bin Khatab banyak yang tidak setuju
dengan kebijaksanaan Khalifah ini. Alasan mereka, karena dalam negeri sendiri pada
saat itu timbul gejala kemunafikan dan kemurtadan yang merambah untuk
menghancurkan Islam dari dalam. Tetapi Abu Bakar tetap mengirim pasukan Usamah
untuk menyerbu Romawi, sebab menurutnya hal itu merupakan perintah Nabi SAW.
Pengiriman pasukan Usamah ke Romawi di bumi Syam pada saat itu merupakan
langkah politik yang sangat strategis dan membawa dampak positif bagi pemerintahan
Islam, yaitu meskipun negara Islam dalam keadaan tegang akan tetapi muncul
interprestasi dipihak lawan, bahwa kekuatan Islam cukup tangguh. Sehingga para
pemberontak menjadi gentar, disamping itu juga dapat mengalihkan perhatian umat
Islam dari perselisihan yang bersifat intern (Said bin al Qathani, 1994:166-167).
2. Timbulnya kemunafikan dan kemurtadan. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa
setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka segala perjanjian dengan Nabi menjadi
terputus. Adapun orang murtad pada waktu itu ada dua yaitu :
a. Mereka yang mengaku nabi dan pengikutnya, termasuk di dalamnya orang yang
meninggalkan sholat, zakat dan kembali melakukan kebiasaan jahiliyah.
b. Mereka membedakan antara sholat dan zakat, tidak mau mengakui kewajiban
zakat dan mengeluarkannya.
Dalam menghadapi kemunafikan dan kemurtadan ini, Abu Bakar tetap pada
prinsipnya yaitu memerangi mereka sampai tuntas.
3. Mengembangkan wilayah Islam keluar Arab. Ini ditujukan ke Syiria dan Persia.
Untuk perluasan Islam ke Syiria yang dikuasai Romawi (Kaisar Heraklius), Abu
Bakar menugaskan 4 panglima perang yaitu Yazid bin Abu Sufyan ditempatkan di
Damaskus, Abu Ubaidah di Homs, Amir bin Ash di Palestina dan Surahbil bin
Hasanah di Yordan.
Usaha tersebut diperkuat oleh kedatangan Khalid bin Walid dan pasukannya serta
Mutsannah bin Haritsah, yang sebelumnya Khalid telah berhasil mengadakan perluasan ke
beberapa daerah di Irak dan Persia (Misbach dkk., 1994:9). Dalam peperangan melawan
Persia disebut sebagai “pertempuran berantai”. Hal ini karena perlawanan dari Persia yang
beruntun dan membawa banyak korban.
Catatan Simpul
Khalifah Abu Bakar dalam masa yang singkat telah berhasil memadamkan kerusuhan
oleh kaum riddat yang demikian luasnya dan memulihkan kembali ketertiban dan
keamanan diseluruh semenanjung Arabia. Selanjutkan membebaskan lembah
Mesopotamia yang didiami suku-suku Arab. Disamping itu, Jasa beliau yang amat besar
bagi kepentingan agama Islam adalah beliau memerintahkan mengumpulkan naskahnaskah
setiap ayat-ayat Al-Qur’an dari simpanan Al-Kuttab, yakni para penulis (sekretaris)
yang pernah ditunjuk oleh Nabi Muhammad SAW pada masa hidupnya, dan menyimpan
keseluruhan naskah di rumah janda Nabi SAW, yakni Siti Hafshah.
Tidak lebih dari dua tahun, Khalifah Abu Bakar mampu menegakkan tiang-tiang
agama Islam, termasuk diluar jazirah Arab yang begitu luas. Kepemimpinan Khalifah Abu
Bakar berlangsung hanya 2 tahun 3 bulan 11 hari. Masa tersebut merupakan waktu yang
paling singkat bila dibandingkan dengan kepemimpinan Khalifah-Khalifah penerusnya.
Meski demikian beliau dapat disebut sebagai penyelamat dan penegak agama Allah di
muka bumi. Dengan sikap kebijaksanaannya sebagai kepala negara dan ke-tawadhu’annya
kepada Allah serta agamanya, beliau dapat menghancurkan musuh-musuh yang
merongrong agama Islam bahkan dapat memperluas wilayah Islam keluar Arabia.
Adapun kesuksesan yang diraih Khalifah Abu Bakar selama memimpin pemerintahan
Islam dapat dirinci sebagai berikut:
1. Perhatian Abu Bakar ditujukan untuk melaksanakan keinginan nabi, yang hampir
tidak terlaksana, yaitu mengirimkan suatu ekspedisi dibawah pimpinan Usamah
keperbatasan Syiria. Meskipun hal itu dikecam oleh sahabat-sahabat yang lain, karena
kondisi dalam negara pada saat itu masih labil. Akhirnya pasukan itu diberangkatkan,
dan dalam tempo beberapa hari Usamah kembali dari Syiria dengan membawa
kemenangan yang gemilang.
2. Keahlian Khalifah Abu Bakar dalam menghancurkan gerakan kaum riddat, sehingga
gerakan tersebut dapat dimusnahkan dan dalam waktu satu tahun kekuasaan Islam
pulih kembali. Setelah peristiwa tersebut solidaritas Islam terpelihara dengan baik dan
kemenangan atas suku yang memberontak memberi jalan bagi perkembangan Islam.
Keberhasilan tersebut juga memberi harapan dan keberanian baru untuk menghadapi
kekuatan Bizantium dan Sasania.
3. Ketelitian Khalifah Abu Bakar dalam menangani orang-orang yang menolak membayar
zakat. Beliau memutuskan untuk memberantas dan menundukkan kelompok tersebut
dengan serangan yang gencar sehingga sebagian mereka menyerah dan kembali pada
ajaran Islam yang sebenarnya. Dengan demikian Islam dapat diselamatkan dan zakat
mulai mengalir lagi dari dalam maupun dari luar negeri.
4. Melakukan pengembangan wilayah Islam keluar Arabia. Untuk itu, Abu Bakar
membentuk kekuatan dibawah komando Kholid bin Walid yang dikirim ke Irak dan
Persia. Ekspedisi ini membuahkan hasil yang gemilang. Selanjutnya memusatkan
serangan ke Syiria yang diduduki bangsa Romawi. Hal ini didasarkan secara ekonomis
Syiria merupakan wilayah yang penting bagi Arabia, karena eksistensi Arabia
bergantung pada perdagangan dengan Syiria. Sehingga penaklukan ke wilayah Syiria
penting bagi umat Islam. Tetapi kemenangan secara mutlak belum terwujud sampai
Abu Bakar meninggal Dunia pada hari Kamis, tanggal 22 Jumadil Akhir, 13 H atau 23
Agustus 634 M (Nasir, 1994:100-101).
Dari penjelasan yang terurai diatas, dapat disimpulkan bahwasan Khalifah Abu Bakar
Al–Shiddiq adalah seorang pemimpin yang tegas, adil dan bijaksana. Selama hayat hingga
masa-masa menjadi Khalifah, Abu Bakar dapat dijadikan teladan dalam
kesederhanaan,kerendahan hati, kehati-hatian, dan kelemah lembutan pada saat dia kaya
dan memiliki jabatan yang tinggi. Beliau tidak mengutamakan pribadi dan sanak kerabatnya, melainkan
mengutamakan kepentingan rakyat dan juga mengutamakan masyarakat/ demokrasi
dalam mengambil suatu keputusan.
2.ISLAM MASA KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB
Umar bin Khatab adalah keturunan Quraisy dari suku Bani Ady. Suku Bani Ady
terkenal sebagai suku yang terpandang mulia dan berkedudukan tinggi pada masa
Jahiliah. Umar bekerja sebagai saudagar. Beliau juga sebagai duta penghubung ketika
terjadi suatu masalah antara kaumnya dengan suku Arab lain. Sebelum masuk Islam
beliau adalah orang yang paling keras menentang Islam, tetapi setelah beliau masuk Islam
dia pulalah yang paling depan dalam membela Islam tanpa rasa takut dan gentar
Catatan Simpul
Konsep Khalifah pada zaman Umar masih tetap berjalan melalui proses pemilihan,
kendati Khalifah sebelumnya (Abu Bakar) telah menunjuk Khalifah penerusntya. Hal
penting yang perlu dicatat dari pemerintahan Khalifah Umar diantaranya adalah :
1. Munculnya Pemerintahan Arab
Berkat jasa Khalifah Abu Bakar, seluruh jazirah telah berada dibawah pemerintahan
Islam bahkan pernah memasuki wilayah Byzantium Syria tetapi mengalami kegagalan.
Kemudian pada zaman Khalifah Umar, Islam baru bisa dikembangkan ke wilayah Persia
dan Byzantium. Dalam waktu singkat Persia dan Byzantium telah di kuasai oleh Islam, dan
menyusul Mesir yang ketika itu dikuasai oleh Romawi. Masuknya Islam ke wilayah Persia,
Irak dan Byzantium berarti kemenangan bangsa Arab terhadap bangsa Persia yang sejak
dulu memang terlibat sentimen permusuhan. karena itulah pemerintahan Khalifah Umar
disebut pemerintahan Arab. Kemenangan bangsa Arab terhadap bangsa Persia merupakan pukulan berat bagi
Persia, baik secara ekonomi maupun dilihat dari sudut politik. Sebab ketika itu Persia
termasuk bangsa besar sehingga ketika jatuh ke tangan Arab, mereka kehilangan
kedudukan sebagai raja dan seluruh harta kekayaannya dikuasai oleh pemerintahan Arab.
Oleh karena itu, sebagai puncak kebencian dari orang Persia, mereka mengirim
pembunuh bayaran untuk membunuh Khalifah Umar. Pada saat usai sholat Subuh,
Kholifah Umar dibunuh oleh pembunuh bayaran bangsa Persia yang bernama Abu
Lu’lu’ah, seorang budak yang dibawa oleh Al–Mughirah dari Irak (Fachrudin, 1985:22).
Pembunuhan yang dilakukan oleh budak dari Persia tersebut menunjukkan rasa ketidak
puasan orang–orang Persia terhadap orang Arab yang telah menundukkan negara dan
kebesaran kekaisaran Persia. Karena sebelum Islam datang Persia lebih maju dari pada
bangsa Arab.
2. Pembangunan Kota Baru
Khalifah Umar terkenal sebagai Khalifah yang berani dan dermawan. Oleh karena itu,
setiap beliau berhasil mengusai pusat kerajaan, beliau tidak menempati pusat kerajaan
yang telah ada, akan tetapi ia lebih suka membangun daerah baru yang jauh dari kota dan
cocok untuk peternakan sebagai pusat dari kerajaan baru yang telah ia taklukkan.
Berdasarkan konsep pemikiran tersebut Khalifah Umar mendirikan kota Basrah pada
tahun 16 H, Kufah pada tahun 17 H dan Fustat pada tahun 19 H sekarang menjadi Kairo
Kuno. Adapun cara Khalifah Umar dalam mendirikan kota baru adalah pertama membangun
Masjid dan pengadaan air minum baru kemudian kantor pemerintahan. Dari sinilah daerah
tersebut berangsur–angsur menjadi kota dan sebagai pusat kebudayaan dan
pengembangan ilmu pengetahuan dengan masjid sebagai sentralnya. Hal ini terbukti
sampai sekarang Kufah, Basrah dan Kairo menjadi pusat ilmu dan kebudayaan Dunia
Islam. Oleh karena itu, daerah tersebut banyak didatangi oleh bangsa lain seperti: Cina dan
Bangsa Eropa.
3. Lembaga Perpajakan
Ketika wilayah kekuasaan Islam telah meliputi wilayah Persia, Irak dan Syria serta
Mesir sudah barang tentu yang menjadi persoalan adalah pembiayaan , baik yang
menyangkut biaya rutin pemerintah maupun biaya tentara yang terus berjuang
menyebarkan Islam ke wilayah tetangga lainnya. Oleh karena itu, dalam kontek ini Ibnu
Khadim mengatakan bahwa institusi perpajakan merupakan kebutuhan bagi kekuasaan
raja yang mengatur pemasukan dan pengeluaran.
Sebenarnya konsep perpajakan secara dasar berawal dari keinginan Umar untuk
mengatur kekayaan untuk kepentingan rakyat. Kemudian secara tehnis beliau banyak
memperoleh masukan dari orang bekas kerajaan Persia, sebab ketika itu Raja Persia telah
mengenal konsep perpajakan yang disebut sijil, yaitu daftar seluruh pendapatan dan
pengeluaran diserahkan dengan teliti kepada negara. Berdasarkan konsep inilah Umar
menugaskan stafnya untuk mendaftar pembukuan dan menyusun kategori pembayaran
pajak.
Dalam rangka desentralisasi kekuasaan, pemimpin pemerintahan pusat tetap
dipegang oleh Khalifah Umar bin Khattab. Sedangkan di propinsi, ditunjuk Gubernur
(oramg Islam) sebagai pembantu Khalifah untuk menjalankan roda pemerintahan. Di
antaranya adalah :
1. Muawiyah bin Abu Sufyan, Gubernur Syiria, dengan ibukota Damaskus.
2. Nafi’ bin Abu Harits, Gubernur Hijaz, dengan ibu kota Mekkah.
3. Abu Musa Al Asy’ary, Gubernur Iran, dengan ibu kota Basrah.
4. Mughirah bin Su’bah, Gubernur Irak, dengan ibu kota Kufah.
5. Amr bin Ash, Gubernur Mesir, dengan ibu kota Fustat.
6. Alqamah bin Majaz, Gubernur Palestina, dengan ibu kotai Jerussalem.
7. Umair bin Said, Gubernur jazirah Mesopotamia, dengan ibu kota Hims.
8. Khalid bin Walid, Gubernur di Syiria Utara dan Asia Kecil.
9. Khalifah sebagai penguasa pusat di Madinah.
3.ISLAM MASA KHALIFAH USTMAN BIN AFFAN
Diantara Khulafaurrasyidin adalah Ustman Ibnu Affan (Khalifah ketiga) yang
memerintah umat Islam paling lama dibandingkan ketiga Khalifah lainnya. Ia memerintah
selama 12 tahun. Dalam pemerintahannya, sejarah mencatat telah banyak kemajuan
dalam berbagai aspek yang dicapai untuk umat Islam. Akan tetapi juga tidak sedikit
polemik yang terjadi di akhir pemerintahannya.
Pada masa Khalifah Ustman, konsep kekhalifaan sudah mulai mundur, dalam arti
interest politik disekitar Khalifah mulai banyak diwarnai oleh dinamika kepentingan suku
dan perbedaan interpretasi konsep kepemimpinan dalam Islam. Ketika itu sebenarnya
Umar telah memilih jalan demokratis dalam menentukan penggantinya. Akan tetapi beliau
berada dalam pada posisi dilematis, ia diminta oleh sebagian sahabat untuk menunjukkan
penggantinya. Maka jalan keluar yang ditempuh Khalifah Umar adalah memilih formatur 6
orangyang terdiri dari: Ustman bin Affan, Ali Ibnu Abi Thalib, Thalhah, Zubair, Ibnu
Awwam, Sa’ad Ibnu Abi Waqqas dan Abdurrahman Ibnu Auf.
Kemudian formatur sepakat memilih Ustman sebagai Khalifah.
Terpilihnya Ustman sebagai Khalifah ternyata melahirkan perpecahan dikalangan
pemerintahan Islam. Pangkal masalahnya sebenarnya berasal dari persaingan kesukuan
antara bani Umayyah dengan bani Hasyim atau Alawiyah yang memang bersaing sejak
zaman pra Islam. Oleh karena itu, ketika Ustman terpilih masyarakat menjadi dua
golongan, yaitu golongan pengikut Bani Ummayyah, pendukung Ustman dan golongan
Bani Hasyim pendukung Ali. Perpecahan itu semakin memuncak dipenghujung
pemerintahan Ustman, yang menjadi simbol perpecahan kelompok elite yang menyebabkan
disintegrasi masyarakat Islam pada masa berikutnya.
Perluasan Wilayah
Setelah Khalifah Umar bin Khattab berpulang ke rahmatullah terdapat daerah-daerah
yang membelot terhadap pemerintah Islam. Pembelotan tersebut ditimbulkan oleh
pendukung-pendukung pemerintahan yang lama atau dengan perkataan lain pamong praja
dari pemerintahan lama (pemerintahan sebelum daerah itu masuk ke daerah kekuasaan
Islam) ingin hendak mengembalikan kekuasaannya. Sebagaimana yang dilakukan oleh
kaisar Yazdigard yang berusaha menghasut kembali masyarakat Persia agar melakukan
perlawanan terhadap penguasa Islam. Akan tetapi dengan kekuatannya, pemerintahan
Islam berhasil memusnahkan gerakan pemberontakan sekaligus melanjutkan perluasan ke
negeri-negeri Persia lainnya, sehingga beberapa kota besar seperti Hisrof, Kabul, Gasna,
Balkh dan Turkistan jatuh menjadi wilayah kekuasaan Islam.
Adapun daerah-daerah lain yang melakukan pembelotan terhadap pemerintahan
Islam adalah Khurosan dan Iskandariyah. Khalifah Utsman mengutus Sa’ad bin al-Ash
bersama Khuzaifah Ibnu al-Yamaan serta beberapa sahabat Nabi lainnya pergi ke negeri
Khurosan dan sampai di Thabristan dan terjadi peperangan hebat, sehingga penduduk
mengaku kalah dan meminta damai. Tahun 30 H/ 650 M pasukan Muslim berhasil
menguasai Khurazan.
Adapun tentang Iskandariyah, bermula dari kedatangan kaisar Konstan II dari Roma
Timur atau Bizantium yang menyerang Iskandariyah dengan mendadak, sehingga pasukan
Islam tidak dapat menguasai serangan. Panglima Abdullah bin Abi Sarroh yang menjadi
wali di daerah tersebut meminta pada Khalifah Utsman untuk mengangkat kembali
panglima Amru bin ‘Ash yang telah diberhentikan untuk menangani masalah di
Iskandariyah. Abdullah bin Abi Sarroh memandang panglima Amru bin ‘Ash lebih cakap
dalam memimpin perang dan namanya sangat disegani oleh pikak lawan. Permohonan
tersebut dikabulkan, setelah itu terjadilah perpecahan dan menyebabkan tewasnya
panglima di pihak lawan.
Selain itu, Khalifah Ustman bin Affan juga mengutus Salman Robiah Al-Baini untuk
berdakwah ke Armenia. Ia berhasil mengajak kerjasama penduduk Armenia, bagi yang
menentang dan memerangi terpaksa dipatahkan dan kaum muslimin dapat menguasai
Armenia. Perluasan Islam memasuki Tunisia (Afrika Utara) dipimpin oleh Abdullah bin
Sa‘ad bin Abi Zarrah. Tunisia sebelum kedatangan pasukan Islam sudah lama dikuasai
Romawi. Tidak hanya itu saja pada saat Syiria bergubernurkan Muawiyah, ia berhasil
menguasai Asia kecil dan Cyprus.
Dimasa pemerintahan Utsman, negeri-negeri yang telah masuk ke dalam kekuasaan
Islam antara lain: Barqoh, Tripoli Barat, sebagian Selatan negeri Nubah, Armenia dan
beberapa bagian Thabaristan bahkan tentara Islam telah melampaui sungai Jihun (Amu
Daria), negeri Balkh (Baktria), Hara, Kabul dan Gzaznah di Turkistan.
Jadi Enam tahun pertama pemerintahan Ustman bin Affan ditandai dengan perluasan
kekuasaan Islam. Perluasan dan perkembangan Islam pada masa pemerintahannya telah
sampai pada seluruh daerah Persia, Tebristan, Azerbizan dan Armenia selanjutnya meluas
pada Asia kecil dan negeri Cyprus. Atas perlindungan pasukan Islam, masyarakat Asia
kecil dan Cyprus bersedia menyerahkan upeti sebagaimana yang mereka lakukan
sebelumnya pada masa kekuasaan Romawi atas wilayah tersebut
Pembangunan Angkatan Laut
Pembangunan angkatan laut bermula dari adanya rencana Khalifah Ustman untuk
mengirim pasukan ke Afrika, Mesir, Cyprus dan Konstatinopel Cyprus. Untuk sampai ke
daerah tersebut harus melalui lautan. Oleh karena itu atas dasar usul Gubernur di
daerah, Ustman pun menyetujui pembentukan armada laut yang dilengkapi dengan
personil dan sarana yang memadai.
Pada saat itu, Mu’awiyah, Gubernur di Syiria harus menghadapi serangan-serangan
Angkatan Laut Romawi di daerah-daerah pesisir provinsinya. Untuk itu, ia mengajukan
permohonan kepada Khalifah Utsman untuk membangun angkatan laut dan dikabulkan
oleh Khalifah. Sejak itu Muawiyah berhasil menyerbu Romawi.
Mengenai pembangunan armada itu sendiri, Muawiyah tidaklah membutuhkan tenaga
asing sepenuhnya, karena bangsa Kopti, begitupun juga penduduk pantai Levant yang
berdarah Punikia itu, ramai-ramai menyediakan dirinya untuk membuat dan memperkuat
armada tersebut. Itulah pembangunan armada yang pertama dalam sejarah Dunia Islam.
Selain itu, Keberangkatan pasukan ke Cyprus yang melalui lautan, juga mendesak
ummat Islam agar membangun armada angkatan laut. Pada saat itu, pasukan di pimpin
oleh Abdullah bin Qusay Al-Harisy yang ditunjuk sebagai Amirul Bahr atau panglima
Angkatan Laut. Istilah ini kemudian diganti menjadi Admiral atau Laksamana. Ketika
sampai di Amuria dan Cyprus pasukan Islam mendapat perlawanan yang sengit, tetapi
semuanya dapat diatasi hingga sampai di kota Konstatinopel dapat dikuasai pula.
Di samping itu, serangan yang dilakukan oleh bangsa Romawi ke Mesir melalui laut
juga memaksa ummat Islam agar segara mendirikan angkatan laut. Bahkan pada tahun
646 M, bangsa Romawi telah menduduki Alexandria dengan penyerangan dari laut.
Penyerangan itu mengakibatkan jatuhya Mesir ke tangan kekuasan bangsa Romawi. Atas
perintah Khalifah Ustman, Amr bin Ash dapat mengalahkan bala tentara bangsa Romawi
dengan armada laut yang besar pada tahun 651 M di Mesir.
Berawal dari sinilah Khalifah Ustman bin Affan perlu diingat sebagai Khalifah pertama
kali yang mempunyai angkatan laut yang cukup tangguh dan dapat membahayakan
kekuatan lawan.
Pendewanan Mushaf Ustmani
Penyebaran Islam bertambah luas dan para Qori‘ pun tersebar di berbagai daerah,
sehinga perbedaan bacaan pun terjadi yang diakibatkan berbedanya qiro‘at dari qori‘ yang
sampai pada mereka. Sebagian orang Muslim merasa puas karena perbedaan tersebut
disandarkan pada Rasullullah SAW. Tetapi keadaan demikian bukan berarti tidak
menimbulkan keraguan kepada generasi berikutnya yang tidak secara langsung bertemu
Rasullullah.
Ketika terjadi perang di Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk Irak, diantara
orang yang ikut menyerbu kedua tempat tersebut adalah Hudzaifah bin Aliaman. Ia melihat
banyak perbedaan dalam cara membaca Al-Qur‘an. Sebagian bacaan itu tercampur dengan
kesalahan tetapi masing-masing berbekal dan mempertahankan bacaannya. Bahkan
mereka saling mengkafirkan. Melihat hal tersebut beliau melaporkannya kepada Khalifah
Ustman. Para sahabat amat khawatir kalau perbedaan tersebut akan membawa
perpecahan dan penyimpangan pada kaum muslimin. Mereka sepakat menyalin lembaran
pertama yang telah di lakukan oleh Khalifah Abu Bakar yang disimpan oleh istri
Rasulullah, Siti Hafsah dan menyatukan umat Islam dengan satu bacaan yang tetap pada
satu huruf.
Selanjutnya Ustman mengirim surat pada Hafsah yang isinya kirimkanlah pada kami
lembaran-lembaran yang bertuliskan Al-Qur‘an, kami akan menyalinnya dalam bentuk
mushaf dan setelah selesai akan kami kembalikan kepada anda. Kemudian Hafsah
mengirimkannya kepada Ustman. Ustman memerintahkan para sahabat yang antara lain:
Zaid Ibn Tsabit, Abdullah Ibn Zubair, Sa‘ad Ibn Al-‘Ash dan Abdurahman Ibnu Harist Ibn
Hisyam, untuk menyalin mushaf yang telah dipinjam. Khalifah Ustman berpesan kepada
kaum Quraisy bila anda berbeda pendapat tentang hal Al-Qur‘an maka tulislah dengan
ucapan lisan Quraisy karena Al-Qur‘an diturunkan di kaum Quraisy. Setelah mereka
menyalin ke dalam beberapa mushaf Khalifah Ustman mengembalikan lembaran mushaf
asli kepada Hafsah. Selanjutnya ia menyebarkan mushaf yang yang telah di salinnya ke
seluruh daerah dan memerintahkan agar semua bentuk lembaran mushaf yang lain
dibakar .
Al-Mushaf ditulis lima buah, empat buah dikirimkan ke daerah-daerah Islam supaya
disalin kembali dan supaya dipedomani, satu buah disimpan di Madinah untuk Khalifah
Ustman sendiri dan mushaf ini disebut mushaf Al-Imam dan dikenal dengan mushaf
Ustmani.
Jadi langkah pengumpulan mushaf ini merupakan salah satu langkah strategis yang
dilakukan Khalifah Ustman bin Affan yakni dengan meneruskan jejak Khalifah
pendahulunya untuk menyusun dan mengkodifikasikan ayat-ayat al-Qur an dalam sebuah
mushaf. Karena selama pemerintahan Ustman, banyak sekali bacaan dan versi al-Qur’an di
berbagai wilayah kekuasaan Islam yang disesuaikan dengan bahasa daerah masingmasing.
Dengan dibantu oleh Zaid bin Tsabit dan sahabat-sahabat yang lain, Khalifah
berusaha menghimpun kembali ayat-ayat al-Qur an yang outentik berdasarkan salinan
Kitab Suci yang terdapat pada Siti Hafsah, salah seorang isteri Nabi yang telah dicek
kembali oleh para ahli dan huffadz dari berbagai kabilah yang sebelumnya telah
dikumpulkan.
Keinginan Khalifah Ustman agar kitab al-Qur’an tidak mempunyai banyak versi
bacaan dan bentuknya tercapai setelah kitab yang berdasarkan pada dialek masing-masing
kabilah semua dibakar, dan yang tersisa hanyalah mushaf yang telah disesuaikan dengan
naskah al-Qur’an aslinya. Hal tersebut sesuai dengan keinginan Nabi Muhammad SAW
yang menghendaki adanya penyusunan al-Qur’an secara standar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motif pengumpulan mushaf oleh Khalifah
Abu Bakar dan Khalifah Ustman berbeda. Pengumpulam mushaf yang dilakukan oleh
Khalifah Abu Bakar dikarenakan adanya kekhawatiran akan hilangnya Al-Qur‘an karena
banyak huffadz yang meninggal karena peperangan, sedangkan motif Khalifah Ustman
karena banyaknya perbedaan bacaan yang dikhawatirkan timbul perbedaan
Catatan Simpul
Khalifah Utsman adalah orang yang berhati mulia, sabar dan dermawan terutama
untuk kepentingan jihad Islam. Usaha Khalifah Utsman dalam meluaskan wilayah Islam
sangatlah banyak, diantaranya merebut daerah Iskandariyah dan Khurosan sehingga
muncullah suatu usaha untuk membuat armada laut.
Hal lain yang berhasil dilakukan oleh Khalifah Ustman dan sangat bermanfaat bagi
Umat sepanjang masa adalah menyusun Mushaf al-Quran yang dikumpulkannya dari istri
Nabi Muhammad SAW yaitu Siti Hafsah.
4.ISLAM MASA KHALIFAH ALI BIN ABI THALIB
Kebijaksanaan Politik Ali bin Abi Thalib
Setelah Ali dibaiatmenjadi Khalifah, ia mengeluarkan dua kebijaksanaan politik yang sangat radikal yaitu:
1. Memecat kepala daerah angkatan Ustman dan menggantikan dengan gubenur baru.
2. Mengambil kembali tanah yang dibagi–bagikan Ustman kepada famili–familinya dan
kaum kerabatnya tanpa jalan yang sah.
Menanggapi kebijakan yang dilakukan okleh Ali tersebut, ada yang berpendapat
bahwa kebijaksanaan Ali itu terlalu radikal dan kurang persuasive, sehingga menimbulkan
perlawanan politik dari gubenur khususnya gubenur Syiria (Bani Ummayyah) yang tidak
mau tunduk pada Khalifah Ali, terbukti ia menolak kehadiran gubenur yang baru diangkat
Ali.
Penulis memandang bahwa tindakan politik Ali yang radikal itu kendati strategis tapi
tidak taktis, sebab pada masa Khalifah Ustman konflik etnis antara Bani Ummayyah dan
Bani Hasyim sudah ada, terbukti ketika Ustman terbunuh secara misterius Bani
Ummayyah mengeksploitasi tuduhan pada Ali, karena didasari Bani Umayyah yang
memang ambisi menjadi Khalifah.
Semestinya gerakan radikal Ali untuk mengusir elite Bani Umayyah dilakukan secara
bertahap, sebab walau bagaimanapun elite baru yang telah lama berkuasa seperti
Muawiyah sulit ditundukkan, sedangkan Ali yang mengandalkan idealisme dan dukungan
masyarakat bawah beberapa kelompok tua terlalu intelektual tapi kurang pengalaman
dalam menyelesaikan konflik dalam pemerintahan, sehingga dengan demikian yang muncul
dalam pemerintahan bukan integrasi tetapi disintegrasi yang ditandai dengan lahirnya
perang saudara yang pertama kali dalam Islam, yakni perang jamal.
Catatan Simpul
Pembaiatan Ali sebagai Khalifah sebenarnya merupakan simbol ketidak mapanan
konsep Khalifah sebagai instrumen legitimasi kepemimpinan Islam. Dalam arti lembaga
musyawarah untuk memilih pemimpin yang disebut lembaga kekhalifahan belum diakui
oleh para elite politik itu sendiri. Sehingga kekhalifahan Ali dapat diguncang oleh
kelompok opposisi yang berambisi menjadi Khalifah atau Amirul Mukminin.
Ketika Ali menjadi Khalifah ada dua kelompok oposisi yang menentang kekhalifahan
Ali, yaitu kelompok oposisi yang dipimpin oleh Abdullah Ibnu Zubair ( anak angkat Siti
Aisyah ) dan kelompok oposisi yang dipimpin oleh gubenur Syria, yaitu Muawiyah Ibnu
Sufyan. Kelompok oposisi pimpinan Abdullah Ibnu Zubair melahirkan perang yang populer
dengan sebutan perang Jamal, karena dalam perang tersebut terlibat Siti Aisyah dengan
mengendarai unta yang berdiri dipihak oposisi. Mengapa Aisyah dalam perang tersebut
berada dipihak oposisi. Hal tersebut semata–mata karena kuatnya exploitasi Abdullah Ibnu
Zubair atas ambisinya untuk menjadi Khalifah setelah Ali terguling. Yang secara kebetulan
Aisyah pada saat itu sedang menaruh kecurigaan pada kelompok Ali tentang siapa yang
membunuh Khalifah Ustman. Kondisi yang demikian inilah dimanfaatkan oleh Abdullah
bin Zubair.
Kelompok oposisi pimpinan Mu’awiyah, gubenur Syiria melahirkan peperangan yang
terkenal dengan sebutan Perang Shiffin. Perang tersebut diakhiri dengan genjatan senjata,
mengangkat Mushaf Al–Qur’an. Peperangan ini terjadi tidak disebabkan oleh interest politik
pribadi Mu’awiyah, tetapi juga disebabkan oleh konflik etnis yang bersifat laten zaman
sebelum Islam, yaitu antara Bani Ummayyah dan Bani Hasyim. Sebenarnya Ali telah
berusaha menghindari terjadinya peperangan. Akan tetapi pendukung Ali sendiri tanpa
instruksi beliau, memulainya sehingga pecahlah perang yang sangat merugikan integrasi
Islam itu.
Kekalahan Ali dalam diplomasi perang tersebut, menyebabkan Dunia Islam diperintah
berdasarkan sistem monarchi, yaitu suksesi kepemimpinan yang berdasarkan turuntemurun.
Disamping itu, kekalahan Ali dalam perangan tersebut, menyebabkan lahirnya
golongan Syi’ah, dengan doktrin, bahwa hanya Ali dan keturunannyalah yang berhak
menjadi Khalifah