ini rangkuman dr buku IPS
By : Me, NisaVivi
B. KONFLIK
INDONESIA MELAWAN BELANDA
Rakyat dan para
pejuang Indonesia terus berjuang melawan tindakan Sekutu dan NICA yang
mengganggu kemerdekaan Indonesia. Di pihak lain, Inggris selaku wakil Sekutu
sedikit demi sedikitmenarik diri dan member kesempatan kepada tentara NICA
(Belanda) untuk berperan. Beberapa tempat yang telah ditinggalkan Sekutu
diambil alih oleh Belanda.
Berbagai
tindakan Inggris tersebut telah mengecewakan rakyat Indonesia sehingga
menimbulkan konflik antara Indonesia dan Belanda. Ditambah lagi sikap dean
tindakan Belanda yang congkak dan selalu meneror bangsa Indonesia. Inti terror
itu adalah Belanda menolak kemerdekaan Indonesia. Sementar itu, kedudukan
Belanda makin kuat dan wolayahnya bertabah luas. Keinginan Belanda untuk
kembali berkuasa di Indonesia semakin nyata.
Belanda
terus melakukan tekanan dengan terror dan senjata. Jakarta, sebagai ibukota RI
mendapat tekanan dan terganggu keamanannya. Pada akhit tahun 1945, kondisi
Jakarta sudah tidak aman lagi sebagai pusat pemerintahan. Ditambah dengan
pendaratan pasukan mariner Belanda di Tanjung Priok. Sehingga ibukota RI
dipindahkan ke Yogyakarta tepatnya pada tanggal 4 Januari 1946.
Upaya
Belanda untuk menguasai Indonesia terus dilakukan. Rakyat Indonesia juga terus
berjuang. Perjuangan dengan senjata juga terus dilakukan, tetapi belum membawa
hasil yang memuaskan. Sehingga pemerintah RI melakukan perjuangan diplomasi
atau perundingan. Beberapa perundingan yang dilakukan antara Indonesia Belanda
untuk menyelesaikan konflik antara lain, Perundingan Linggarjati, Renville,
Roem-Royen, Konferensi Meja Bundar (KMB).
1. Perundingan Linggarjati
Perundingan
Linggarjati berlangsung pada tanggal 10-15 November 1946 Di Linggarjati,
Kuningan, Cirebon. Dalam perundingan ini delegasi Indonesia dipimpin oleh Prof.
Syahrir dan Dr.A.K. Gani, sedangkan pihak Belanda dipimpin oleh Prof.
Schermerhorn dengan anggota Dr. Van Mook, F. De Boer, dan Van Poll. Dan Lord
Killearn dari Inggris sebagai penengah. Perundingan Linggarjati adalah sebagai
berikut :
·
Belanda
mengakui secara de facto wilayah RI atas Sumatra, Jawa, dan Madura. Belanda
harus meninggalkan daerah-daerah yang dikuasai secara de facto milik RI paling
lambat tanggal 1 Januari 1949.
·
RI
dan Belanda akan bekerja sama membentuk Negara Indonesia Serikat (RIS) dengan
nama RIS dan RI menjadi salah satu bagian RIS
·
RIS
dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda sebagai
Ketua Uni.
Isi kesepakatan Perundingan
Linggarjati itu kemudian secara resmi ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947
di Istana Rijswijk(Istana Merdeka).
2. Agresi Militer Belanda I
Perselisihan paham tentang
pelaksanaan isi Perundingan Linggarjati makin tajam. Sementara itu, Belanda menghadapi
kesulitan ekonomi sehingga inginmenyelesaikan masalah Indonesia dengan cepat.
Akhirnya, Belanda melancarkan seragkaian aksi untuk menyerang Indonesia.
Agresi Militer Belanda I dimulai
pada tanggal 21 Juli 1947. Belanda mulai menduduki Sumatra, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur. Pasukan TNI berusaha melakukan serangan balasan. Dan TNI AU
melancarkan serangan udara.
Tindakan Agresi Militer mendapat
reaksi keras dari dunia Internsional. Beberapa Negara tetangga membantu
Indonesia, misalnya Palang Merahm Malaya yang mengirimkan bantuan obat-obatan
kepada Indonesia. Tetapi, pesawat Dakota VT-CLA yang mengangkut obat-obatan
dari Singapura yang mendara di Yogyakarta ditembak jatuh oleh Belanda. Dalam
peristiwa ini gugur Komodor Muda Udara A. Adi Sucipto, Komodor Muda Udara Dr.
Abdurrachman Saleh, Opsir Muda Udara I Adi Sumarmo Wiryo Kusumo.
Belanda memang berlaku licik dan
terus mengingkari janji sehingga mendapat protes dari berbagai pihak. Atas
desakan India dan Australia, DEwan Keamanan PBB membahas masalah Indonesia. 1
Agustus 1947, Dewan Keamanan PBB memerintahkan gencatan senjata. Untuk
mengawasi gencatan sejata dibentuk Komisi Konsuler. Akan tetapi, Belanda terus
melakukan pelanggaran kesepakatan gencatan senjata.
Untuk mengatasi dan menyelesaikan
persengketaan antara Indonesia dan Belanda secara damai, Dewan Keamanan PBB
membentuk Komisi Jasa Baik. Lebih dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN).
Anggota KTN dipilih masing-masing Negara yang bertikai. Anggota KTN itu adalah
:
·
Australia
diwakili oleh Richard Kirby (Negara pilihan Indonesia)
·
Belgia
diwakili oleh Paul Van Zealand (negara pilihan Belanda)
·
Amerika
Serikat diwakili oleh Dr. Frank Graham (Negara pilihan Indonesia dan Belanda)
Pada
tanggal 27 Oktober 1947, KTN tiba di Jakarta. Sebelum komisi ini tiba di
Indonesia, ternyata Belanda telah memperluas batas-batas wilayah kekuasaannya.
Batas-batas terakhir perluasan wilayah yang dikuasai Belanda ini desebut
sebagai Garis Van Mook.
3. Perjanjian Renville
Berkat usaha dan perantaraan KTN, terca[ai
kesepakatn antar Indonesia dan Belanda untuk mengadakan perjanjian. Yang
Perjanjian itu berlangsung pada tanggal 8 Desember 1947 yang disebut dengan
Perjanjian Renville. Perjanjian ini bertempat di geladak kapal Amerika Serikat
USS Renville yang sedang berlabuh di Tanjung Priok. Delegasi Indonesia dipimpin
oleh Amir Syarifudin. Pihak Belanda dipimpin oleh R. Abdullah Wijoyoatmojo
(orang Indonesia yang memihak Belanda).
Perjanjian berlangsung alot. Setiap pihak
mempertahankan pendapatnya. Indonesia menunut Belanda menarik pasukannya ke
batas daerah sebelum terjadi Agresi Militer I. Belanda menuntut pengakuan
wilayah dengan batas Garis Van Mook.
Karena tekanan dan jaminan dari berbagai
pihak, Belanda dan Indonesia akhirnya menerima naskah kesepakatan Perjanjian
Renville. Perjanjian itu ditandatangani pada tangal 17 Januari 1948. Isi
perjanjian Renvillen adalah :
·
Persetujuan
gencatan senjata, yakni kesepakatan untuk menghentikan tembak-menembak di
sepanjang Garis Van Mook.
·
Dasar-dasar
politik, berisi kesediaan kedua pihak untuk menyelesaikan pertikaian secara
damai dengan bantuan KTN.
·
Pasal-pasal
tambahan, antara lain berisi ketentuan bahwa kedaukatan Indonesia untuk
sementara berada di tangan Belanda dan akan diserahkan kepada pihak NIS (Negara
Indonesia Serikat).
Dengan
Perjanjian Renville itu maka batas wilayah dalam Perjanjian Renville berdasar
Garis Van Mook. Daerah Belanda makin luas dan menguntungkan sedangkan Indonesia
semakin sempit.
Akibat
bagi Indonesia dengan disepakatinya Perjanj9ian Renville adalah :
·
TNI
harus segera meninggalkan daerah-daerah kantong yang berada di wilayah
pendudukan Belanda. TNI kemudian melakukan nhijrah ke wilayah Yogyakarta (RI).
·
Wilayah
RI menjadi sangat sempit.
·
Makin
banyaknya TNI dan penduduk yang memasuki wolayah RI yang sudah begitu sempit
akan menimbulkan masalah social dan ekonomi.
·
Dengan
dikosonhkannya daerah-daerah kantong akan memperlemah system pertahan
Indonesia.
4. Agresi Militer Belanda II
Pertikaian antara
Indonesia dengan Belanda makin meningkat. Bahkan, pada tanggal 18 Desember
1948, pejabat Belanda Dr. Beel menyatakan tidak mengakui isi Perjanjian
Renville. Pada tanggal 19 Desember Belanda melancarkan Agresi Militer II.
Lapangan Terbang Maguwo dihujani tembakan. Sasaran serangan terus bergerak kea
rah pusat ibukota RI.
Presiden Sukarno pada hari itu,
sempat memimpin siding darurat sebelum serangan pasukan Belanda sampai di pusat
ibu kota. Dalam siding diambil keputusan unutk memberikan mandate kepada
Menteri Kemakmuran, Mr. Syafrudin Prawiranegara yang sedang berada di Sumatra
untuk membentuk Pemerintahn Darurat RI (PDRI). Seandainya upaya Mr. Syafrudin
Prawiranegara tidak berhasil, diharapkan A.A. Maramis, L.N. Palar dan Sudarsono
yang sedang berada di India untuk membentuk pemerintahan RI di India. Presiden
sukarno, dan Wakil Presiden Moh. Hatta, dan beberapa pejabat lainnya memutuskan
untuk tetap bartahan di ibu kota. Seluruh kekuatan TNI doperintahkan untuk ke
luar kota. Akhirnya, presiden, wakil presiden, dan beberapa pejabat tinggi
lainnya ditawan Belanda. Presiden Sukarno diasingkan di Prapat, Sumatera Utara,
Moh. Hatta diasingkan di Bangka. Sementara itu Mr. Syafrudin Prawiranegara
telah berhasil membentuk PDRI di Sumatera Barat, yang berpusat di Bukittinggi.
5. Perang Gerilya dan SErangan Umum 1 MAret 1949
Pada waktu tentara
menyerang Yogyakarta, Panglima Jendral Sudirman baru saj pulang dari Rumah
Sakit Panti Rapih. Setelah mendengar adanya serangan Belanda, Jenderal Sudirman
segera pergi ke Gedung Agung, Yogyakarta tempat para pemimpin pemerintahan
bersidang. Jenderal Sudirman (dalam keadaan sakit) beserta anggota TNI lain
sepakat meninggalkan kota untuk melancarkan perang gerilya. Beberapa tokoh
militer yang menyertai Jenderal Sudirman bergerilya adalah Kolonel Gatot
Subroto, T.B. Simatupang, A.H.Nasution, Sarbini, Suparjo Rustam, dan
Cokropranolo. Sementara itu, pasukan Divisi Siliwangi diperintahkan unutk long
march kembali ke Jawa Barat.
Jenderal Sudirman memimpin perang
gerilya dari tempat satu ke tempat yang lain. Ia juga memerintahkan untuk
membumihanguskan bangunan-bangunan penting dan jembatan yang sekiranya
digunakan Belanda. Pertahanan di luar kota dibuat di beberapa tempat, misalnya
Gunung Kidul.
Menghadapi perang gerilya ini,
Belanda cukup kebingungan. Untuk itu, Belanda membuat pos-pos pertahanan yang
tersebar untuk melakukan hubungan antarkota. Belanda terus menindas rakyat
dengan melakukan propaganda bahwa Negara RI telah bubar dan TNI sudah tidak
ada. Dalam hal ini, Letkol Suharto selaku Komandan Werkreise III diserahi tugas
pertahan daerah di Yogyakarta dan sekitarnya. Sementara itu, Sri Sultan
Hamengkubuwono IX bertanggung jawab di dalam Kota Yogyakarta.
Menghadapi propaganda Belanda yang
menyatakan RI sudah ambruk dan TNI sudah tidak ada, Sri Sultan Hamengkubuwono
IX dan Letkol Suharto melancarkan serangan terhadap Belanda di Yogyakarta.
APada tanggal 1 Maret 1949, terjadilah serangan umum yang sangat menajubkan.
Serangan itu dilancarkan padapagi hari setelah sirine berbunyi sebagai tanda
berakhirnya jam malam. Akhirnya, Yogyakarta pun berhasil diduduki TNI walaupun
hanya 6 jam.
Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949
ini ternyata memilki makna yang sangat penting bagi Indonesia, yaitu :
· Membuka mata dunia
internasional bahwa TNI dan Negara RI masih ada
· Makin meningktkan
moral dan semangat juang para gerilyawan
· Memperkuat dan
mendukung perjuangan diplomasi bangsa Indonesia.
Panglima Jenderal Sudirman terus melakukan gerilya.
Setelah keluar dari daerah Gunung Kidul mereka mulai memasuki wilayah
Keresidenan Surakarta. Gerilya diteruskan ke Madiun, Ponorogo, Trenggalek, dan
Kediri. Selanjutnya, para gerilyawan mengitari Gunugn Liman dan Gunung Wilis,
kembali ke Trenggalek. Gerilya kea rah barat melalui wilayah Jawa bagian
selatan. Tempat- tempat yang dilalui Jenderal Sudirman dan rombongan gerilya
ini dikenal dengan Rute Gerilya Panglima Besar Jenderal Sudirman.
6. Perjanjian Roem-Royen
Serangan tentara Belanda ke
Yogyakarta dan penahanan pemimpin RI kembali mendapat kecaman dunia
Internasional. Sementara itu, Serangan Umum 1 Maret 1949 maikin membuka mata
dunia sebenarnya TNI dan RI masih ada.
Kenyataan itu telah mendorong
Amerika Serikat untuk bersika[ tegas. Amerika Serikat memaksa Belanda unutk
melakukan perundingan kembali dengan Indonesia. Akhirnya, tanggal 14 April 1949
dilakukan lagi perundingan. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Moh. Roem dan
Belanda oleh Van Royen. Oleh karena itu, Perjanjian disebut Perjanjian
Roem-Royen. Isi Perjanjian Roem-Royen adalah :
· Pihak Indonesia akan
menghentikan perang gerilya
· Belanda akan
menghentikan gerakan militer dan menarik semua pasukannya dari wilayah RI
· Belanda setuju
mengembalikan para pemimpin Indonesia yang ditawannya ke Yogyakarta
· Akan diadakan
Konferensi Meja Bundar (KMB) antara Indonesia dan Belanda.
Sebagai
pelaksanaan isi Perjanjian Roem-Royen, pada tanggal 29 Juni 1949, pasukan
Belanda ditarik mundur dari Yogyakarta. Sebaliknya anggota TNI mulai memasuki
kembali ke Yogyakarta. Peristiwa inilah yang sering dikenal sebagai Yogya
KEmbali.
Pada
tanggal 6 Juli 1949, Presiden Sukarno, Wakil Presiden Moh. Hatta, dan beberapa
pejabat lain kembali ke ibu kota RI di Yogyakarta. Kemudian tangal, 10 Juli
1949 Panglima Besar Jenderal Sudirman juga telah kembali ke Yogyakarta. Akan
tetapi, karena penyakit yang dideritanya, pada tanggal 29 Januari 1950 Jenderal
Sudirman wafat dan diakui sebagai Bapak TNI.
Presiden
dan wakil presiden kembali Yogyakarta tanggal 13 Juli 1949. Syafrudin
Prawiranegara pun mengembalikan mandatnya sehingga berakhirlah masa PDRI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar