Jumat, 02 September 2011

PERJUANGAN MEMP-ERTAHANKAN KEMERDEKAAN

ini rangkuman dr buku IPS


B. KONFLIK INDONESIA MELAWAN BELANDA

Rakyat dan para pejuang Indonesia terus berjuang melawan tindakan Sekutu dan NICA yang mengganggu kemerdekaan Indonesia. Di pihak lain, Inggris selaku wakil Sekutu sedikit demi sedikitmenarik diri dan member kesempatan kepada tentara NICA (Belanda) untuk berperan. Beberapa tempat yang telah ditinggalkan Sekutu diambil alih oleh Belanda.
            Berbagai tindakan Inggris tersebut telah mengecewakan rakyat Indonesia sehingga menimbulkan konflik antara Indonesia dan Belanda. Ditambah lagi sikap dean tindakan Belanda yang congkak dan selalu meneror bangsa Indonesia. Inti terror itu adalah Belanda menolak kemerdekaan Indonesia. Sementar itu, kedudukan Belanda makin kuat dan wolayahnya bertabah luas. Keinginan Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia semakin nyata.
            Belanda terus melakukan tekanan dengan terror dan senjata. Jakarta, sebagai ibukota RI mendapat tekanan dan terganggu keamanannya. Pada akhit tahun 1945, kondisi Jakarta sudah tidak aman lagi sebagai pusat pemerintahan. Ditambah dengan pendaratan pasukan mariner Belanda di Tanjung Priok. Sehingga ibukota RI dipindahkan ke Yogyakarta tepatnya pada tanggal 4 Januari 1946.
            Upaya Belanda untuk menguasai Indonesia terus dilakukan. Rakyat Indonesia juga terus berjuang. Perjuangan dengan senjata juga terus dilakukan, tetapi belum membawa hasil yang memuaskan. Sehingga pemerintah RI melakukan perjuangan diplomasi atau perundingan. Beberapa perundingan yang dilakukan antara Indonesia Belanda untuk menyelesaikan konflik antara lain, Perundingan Linggarjati, Renville, Roem-Royen, Konferensi Meja Bundar (KMB).

1.     Perundingan Linggarjati
Perundingan Linggarjati berlangsung pada tanggal 10-15 November 1946 Di Linggarjati, Kuningan, Cirebon. Dalam perundingan ini delegasi Indonesia dipimpin oleh Prof. Syahrir dan Dr.A.K. Gani, sedangkan pihak Belanda dipimpin oleh Prof. Schermerhorn dengan anggota Dr. Van Mook, F. De Boer, dan Van Poll. Dan Lord Killearn dari Inggris sebagai penengah. Perundingan Linggarjati adalah sebagai berikut :
·            Belanda mengakui secara de facto wilayah RI atas Sumatra, Jawa, dan Madura. Belanda harus meninggalkan daerah-daerah yang dikuasai secara de facto milik RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
·            RI dan Belanda akan bekerja sama membentuk Negara Indonesia Serikat (RIS) dengan nama RIS dan RI menjadi salah satu bagian RIS
·            RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda sebagai Ketua Uni.
Isi kesepakatan Perundingan Linggarjati itu kemudian secara resmi ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana Rijswijk(Istana Merdeka).

2.     Agresi Militer Belanda I
            Perselisihan paham tentang pelaksanaan isi Perundingan Linggarjati makin tajam. Sementara itu, Belanda menghadapi kesulitan ekonomi sehingga inginmenyelesaikan masalah Indonesia dengan cepat. Akhirnya, Belanda melancarkan seragkaian aksi untuk menyerang Indonesia.
            Agresi Militer Belanda I dimulai pada tanggal 21 Juli 1947. Belanda mulai menduduki Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur. Pasukan TNI berusaha melakukan serangan balasan. Dan TNI AU melancarkan serangan udara.
            Tindakan Agresi Militer mendapat reaksi keras dari dunia Internsional. Beberapa Negara tetangga membantu Indonesia, misalnya Palang Merahm Malaya yang mengirimkan bantuan obat-obatan kepada Indonesia. Tetapi, pesawat Dakota VT-CLA yang mengangkut obat-obatan dari Singapura yang mendara di Yogyakarta ditembak jatuh oleh Belanda. Dalam peristiwa ini gugur Komodor Muda Udara A. Adi Sucipto, Komodor Muda Udara Dr. Abdurrachman Saleh, Opsir Muda Udara I Adi Sumarmo Wiryo Kusumo.
            Belanda memang berlaku licik dan terus mengingkari janji sehingga mendapat protes dari berbagai pihak. Atas desakan India dan Australia, DEwan Keamanan PBB membahas masalah Indonesia. 1 Agustus 1947, Dewan Keamanan PBB memerintahkan gencatan senjata. Untuk mengawasi gencatan sejata dibentuk Komisi Konsuler. Akan tetapi, Belanda terus melakukan pelanggaran kesepakatan gencatan senjata.
            Untuk mengatasi dan menyelesaikan persengketaan antara Indonesia dan Belanda secara damai, Dewan Keamanan PBB membentuk Komisi Jasa Baik. Lebih dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN). Anggota KTN dipilih masing-masing Negara yang bertikai. Anggota KTN itu adalah :
·         Australia diwakili oleh Richard Kirby (Negara pilihan Indonesia)
·         Belgia diwakili oleh Paul Van Zealand (negara pilihan Belanda)
·         Amerika Serikat diwakili oleh Dr. Frank Graham (Negara pilihan Indonesia dan Belanda)
Pada tanggal 27 Oktober 1947, KTN tiba di Jakarta. Sebelum komisi ini tiba di Indonesia, ternyata Belanda telah memperluas batas-batas wilayah kekuasaannya. Batas-batas terakhir perluasan wilayah yang dikuasai Belanda ini desebut sebagai Garis Van Mook.

3.     Perjanjian Renville
      Berkat usaha dan perantaraan KTN, terca[ai kesepakatn antar Indonesia dan Belanda untuk mengadakan perjanjian. Yang Perjanjian itu berlangsung pada tanggal 8 Desember 1947 yang disebut dengan Perjanjian Renville. Perjanjian ini bertempat di geladak kapal Amerika Serikat USS Renville yang sedang berlabuh di Tanjung Priok. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Amir Syarifudin. Pihak Belanda dipimpin oleh R. Abdullah Wijoyoatmojo (orang Indonesia yang memihak Belanda).
      Perjanjian berlangsung alot. Setiap pihak mempertahankan pendapatnya. Indonesia menunut Belanda menarik pasukannya ke batas daerah sebelum terjadi Agresi Militer I. Belanda menuntut pengakuan wilayah dengan batas Garis Van Mook.
      Karena tekanan dan jaminan dari berbagai pihak, Belanda dan Indonesia akhirnya menerima naskah kesepakatan Perjanjian Renville. Perjanjian itu ditandatangani pada tangal 17 Januari 1948. Isi perjanjian Renvillen adalah :
·         Persetujuan gencatan senjata, yakni kesepakatan untuk menghentikan tembak-menembak di sepanjang Garis Van Mook.
·         Dasar-dasar politik, berisi kesediaan kedua pihak untuk menyelesaikan pertikaian secara damai dengan bantuan KTN.
·         Pasal-pasal tambahan, antara lain berisi ketentuan bahwa kedaukatan Indonesia untuk sementara berada di tangan Belanda dan akan diserahkan kepada pihak NIS (Negara Indonesia Serikat).
Dengan Perjanjian Renville itu maka batas wilayah dalam Perjanjian Renville berdasar Garis Van Mook. Daerah Belanda makin luas dan menguntungkan sedangkan Indonesia semakin sempit.
Akibat bagi Indonesia dengan disepakatinya Perjanj9ian Renville adalah :
·         TNI harus segera meninggalkan daerah-daerah kantong yang berada di wilayah pendudukan Belanda. TNI kemudian melakukan nhijrah ke wilayah Yogyakarta (RI).
·         Wilayah RI menjadi sangat sempit.
·         Makin banyaknya TNI dan penduduk yang memasuki wolayah RI yang sudah begitu sempit akan menimbulkan masalah social dan ekonomi.
·         Dengan dikosonhkannya daerah-daerah kantong akan memperlemah system pertahan Indonesia.

4.     Agresi Militer Belanda II
            Pertikaian antara Indonesia dengan Belanda makin meningkat. Bahkan, pada tanggal 18 Desember 1948, pejabat Belanda Dr. Beel menyatakan tidak mengakui isi Perjanjian Renville. Pada tanggal 19 Desember Belanda melancarkan Agresi Militer II. Lapangan Terbang Maguwo dihujani tembakan. Sasaran serangan terus bergerak kea rah pusat ibukota RI.
            Presiden Sukarno pada hari itu, sempat memimpin siding darurat sebelum serangan pasukan Belanda sampai di pusat ibu kota. Dalam siding diambil keputusan unutk memberikan mandate kepada Menteri Kemakmuran, Mr. Syafrudin Prawiranegara yang sedang berada di Sumatra untuk membentuk Pemerintahn Darurat RI (PDRI). Seandainya upaya Mr. Syafrudin Prawiranegara tidak berhasil, diharapkan A.A. Maramis, L.N. Palar dan Sudarsono yang sedang berada di India untuk membentuk pemerintahan RI di India. Presiden sukarno, dan Wakil Presiden Moh. Hatta, dan beberapa pejabat lainnya memutuskan untuk tetap bartahan di ibu kota. Seluruh kekuatan TNI doperintahkan untuk ke luar kota. Akhirnya, presiden, wakil presiden, dan beberapa pejabat tinggi lainnya ditawan Belanda. Presiden Sukarno diasingkan di Prapat, Sumatera Utara, Moh. Hatta diasingkan di Bangka. Sementara itu Mr. Syafrudin Prawiranegara telah berhasil membentuk PDRI di Sumatera Barat, yang berpusat di Bukittinggi.

5.     Perang Gerilya dan SErangan Umum 1 MAret 1949
            Pada waktu tentara menyerang Yogyakarta, Panglima Jendral Sudirman baru saj pulang dari Rumah Sakit Panti Rapih. Setelah mendengar adanya serangan Belanda, Jenderal Sudirman segera pergi ke Gedung Agung, Yogyakarta tempat para pemimpin pemerintahan bersidang. Jenderal Sudirman (dalam keadaan sakit) beserta anggota TNI lain sepakat meninggalkan kota untuk melancarkan perang gerilya. Beberapa tokoh militer yang menyertai Jenderal Sudirman bergerilya adalah Kolonel Gatot Subroto, T.B. Simatupang, A.H.Nasution, Sarbini, Suparjo Rustam, dan Cokropranolo. Sementara itu, pasukan Divisi Siliwangi diperintahkan unutk long march kembali ke Jawa Barat.
            Jenderal Sudirman memimpin perang gerilya dari tempat satu ke tempat yang lain. Ia juga memerintahkan untuk membumihanguskan bangunan-bangunan penting dan jembatan yang sekiranya digunakan Belanda. Pertahanan di luar kota dibuat di beberapa tempat, misalnya Gunung Kidul.
            Menghadapi perang gerilya ini, Belanda cukup kebingungan. Untuk itu, Belanda membuat pos-pos pertahanan yang tersebar untuk melakukan hubungan antarkota. Belanda terus menindas rakyat dengan melakukan propaganda bahwa Negara RI telah bubar dan TNI sudah tidak ada. Dalam hal ini, Letkol Suharto selaku Komandan Werkreise III diserahi tugas pertahan daerah di Yogyakarta dan sekitarnya. Sementara itu, Sri Sultan Hamengkubuwono IX bertanggung jawab di dalam Kota Yogyakarta.
            Menghadapi propaganda Belanda yang menyatakan RI sudah ambruk dan TNI sudah tidak ada, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Letkol Suharto melancarkan serangan terhadap Belanda di Yogyakarta. APada tanggal 1 Maret 1949, terjadilah serangan umum yang sangat menajubkan. Serangan itu dilancarkan padapagi hari setelah sirine berbunyi sebagai tanda berakhirnya jam malam. Akhirnya, Yogyakarta pun berhasil diduduki TNI walaupun hanya 6 jam.
            Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 ini ternyata memilki makna yang sangat penting bagi Indonesia, yaitu :
·      Membuka mata dunia internasional bahwa TNI dan Negara RI masih ada
·      Makin meningktkan moral dan semangat juang para gerilyawan
·      Memperkuat dan mendukung perjuangan diplomasi bangsa Indonesia.
Panglima Jenderal Sudirman terus melakukan gerilya. Setelah keluar dari daerah Gunung Kidul mereka mulai memasuki wilayah Keresidenan Surakarta. Gerilya diteruskan ke Madiun, Ponorogo, Trenggalek, dan Kediri. Selanjutnya, para gerilyawan mengitari Gunugn Liman dan Gunung Wilis, kembali ke Trenggalek. Gerilya kea rah barat melalui wilayah Jawa bagian selatan. Tempat- tempat yang dilalui Jenderal Sudirman dan rombongan gerilya ini dikenal dengan Rute Gerilya Panglima Besar Jenderal Sudirman.

6.     Perjanjian Roem-Royen
            Serangan tentara Belanda ke Yogyakarta dan penahanan pemimpin RI kembali mendapat kecaman dunia Internasional. Sementara itu, Serangan Umum 1 Maret 1949 maikin membuka mata dunia sebenarnya TNI dan RI masih ada.
            Kenyataan itu telah mendorong Amerika Serikat untuk bersika[ tegas. Amerika Serikat memaksa Belanda unutk melakukan perundingan kembali dengan Indonesia. Akhirnya, tanggal 14 April 1949 dilakukan lagi perundingan. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Moh. Roem dan Belanda oleh Van Royen. Oleh karena itu, Perjanjian disebut Perjanjian Roem-Royen. Isi Perjanjian Roem-Royen adalah :
·      Pihak Indonesia akan menghentikan perang gerilya
·      Belanda akan menghentikan gerakan militer dan menarik semua pasukannya dari wilayah RI
·      Belanda setuju mengembalikan para pemimpin Indonesia yang ditawannya ke Yogyakarta
·      Akan diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) antara Indonesia dan Belanda.
Sebagai pelaksanaan isi Perjanjian Roem-Royen, pada tanggal 29 Juni 1949, pasukan Belanda ditarik mundur dari Yogyakarta. Sebaliknya anggota TNI mulai memasuki kembali ke Yogyakarta. Peristiwa inilah yang sering dikenal sebagai Yogya KEmbali.
Pada tanggal 6 Juli 1949, Presiden Sukarno, Wakil Presiden Moh. Hatta, dan beberapa pejabat lain kembali ke ibu kota RI di Yogyakarta. Kemudian tangal, 10 Juli 1949 Panglima Besar Jenderal Sudirman juga telah kembali ke Yogyakarta. Akan tetapi, karena penyakit yang dideritanya, pada tanggal 29 Januari 1950 Jenderal Sudirman wafat dan diakui sebagai Bapak TNI.
Presiden dan wakil presiden kembali Yogyakarta tanggal 13 Juli 1949. Syafrudin Prawiranegara pun mengembalikan mandatnya sehingga berakhirlah masa PDRI.

By : Me, NisaVivi













































Tidak ada komentar:

Posting Komentar